Ketegangan antara dua raksasa ekonomi dunia, China dan Amerika Serikat, terus berlangsung slot server thailand super gacor hingga pertengahan 2025. Meski sempat menunjukkan sinyal positif melalui pertemuan diplomatik dan kesepakatan dagang terbatas, hubungan dagang kedua negara tetap dibayangi oleh konflik yang lebih dalam: sanksi teknologi.
Sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap perusahaan-perusahaan teknologi China, terutama yang bergerak di bidang kecerdasan buatan (AI), semikonduktor, dan telekomunikasi, menjadi batu sandungan utama dalam upaya pemulihan hubungan ekonomi bilateral. Di sisi lain, China menanggapi sanksi ini dengan kebijakan balasan dan dorongan besar terhadap kemandirian teknologi, yang semakin memperlebar jurang ketegangan di antara keduanya.
Latar Belakang Ketegangan
Sejak masa pemerintahan Donald Trump, Amerika Serikat mulai memberlakukan sanksi terhadap sejumlah perusahaan teknologi China, dengan alasan keamanan nasional. Perusahaan seperti Huawei, ZTE, dan SMIC masuk dalam daftar hitam perdagangan AS (Entity List), yang membatasi akses mereka terhadap teknologi, perangkat lunak, dan peralatan buatan Amerika.
Respons China: Kemandirian Teknologi
Sebagai respons terhadap tekanan dari Barat, China mempercepat strategi pembangunan kemandirian teknologi. Pemerintah Tiongkok menggelontorkan miliaran dolar melalui dana negara dan insentif fiskal untuk mendukung pengembangan industri semikonduktor domestik. Program seperti “Made in China 2025” dan inisiatif terbaru “Xinchuang” (penggantian teknologi asing dengan produk dalam negeri) memperlihatkan komitmen jangka panjang Beijing dalam melepaskan ketergantungan dari teknologi Barat.
Selain itu, China juga membalas dengan langkah-langkah diplomatik dan ekonomi, termasuk pembatasan ekspor logam tanah jarang—bahan baku penting untuk produksi chip dan perangkat teknologi tinggi. Tindakan ini bertujuan menekan industri Barat yang masih sangat bergantung pada sumber daya alam dari China.
Dampak terhadap Hubungan Dagang
Meskipun total volume perdagangan antara China dan Amerika Serikat masih besar—mencapai lebih dari USD 650 miliar pada 2024—struktur dan karakter perdagangan telah berubah signifikan.
Meskipun proses ini belum menyeluruh, dampaknya terhadap globalisasi dan integrasi ekonomi global sudah mulai terlihat.
Prospek Ke Depan
Dalam jangka pendek, ketegangan diprediksi akan tetap tinggi. Pemilu Presiden AS yang akan berlangsung pada akhir 2024 membawa ketidakpastian tambahan. Baik Partai Demokrat maupun Republik umumnya bersikap keras terhadap China, meskipun dengan pendekatan yang berbeda.
Di sisi lain, China menghadapi tantangan ekonomi domestik, termasuk melambatnya pertumbuhan dan tingginya tingkat pengangguran di kalangan muda. Pemerintah Xi Jinping tampaknya akan tetap mempertahankan sikap keras terhadap AS untuk mempertahankan narasi nasionalisme dan kedaulatan teknologi.
Namun demikian, ada ruang untuk kerja sama terbatas, terutama dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, pengendalian pandemi, dan stabilitas keuangan dunia. Beberapa pertemuan antara pejabat tinggi kedua negara menunjukkan bahwa dialog masih terbuka, meskipun hasilnya belum signifikan.
Kesimpulan
Hubungan dagang antara China dan Amerika Serikat tetap berada dalam kondisi tegang, dengan sanksi teknologi sebagai pusat konflik. Kedua negara saat ini terlibat dalam persaingan strategis yang bukan hanya bersifat ekonomi, tetapi juga geopolitik dan ideologis.